HUBUNGAN PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN
SWEDIA
Hubungan perdagangan
Swedia-Indonesia telah berlangsung lama meski kedua negara dipisahkan jarak
geografis yang jauh.
Kunjungan kapal layar Swedia, Götheborg, ke Jakarta tahun lalu mengingatkan
kontak antara negara kita yang sudah berlangsung lama. Beberapa perusahaan
Swedia bahkan sudah ada di Indonesia sejak awal abad lalu. Perusahaan
telekomunikasi Swedia, Ericsson, berdiri tahun 1876 dan kini sedang merayakan
100 tahun keberadaannya di Indonesia.
Bagi perusahaan Swedia, Indonesia adalah salah satu pasar paling menarik dan
paling cepat pertumbuhannya di Asia. Perdagangan antara kedua negara meningkat
pesat pada tahun-tahun terakhir ini. Indonesia telah menjadi tujuan ekspor
terbesar di Asia Tenggara bagi Swedia.
Ekspor utama adalah peralatan produksi untuk industri pulp dan kertas serta
peralatan telekomunikasi. Tahun lalu, ekspor Swedia untuk mesin pulp dan kertas
ke Indonesia meningkat 267 persen dan ekspor peralatan telekomunikasi tumbuh 73
persen.
Hubungan
Perekonomian Indonesia - Jepang
Perdagangan :
Bagi Indonesia,
Jepang merupakan negara mitra dagang terbesar dalam hal ekspor-impor Indonesia.
Ekspor Indonesia ke Jepang bernilai US$ 23.6 milyar (statistic Pemerintah RI),
sedangkan impor Indonesia dari Jepang adalah US$ 6.5 milyar sehingga bagi
Jepang mengalami surplus besar impor dari Indonesia (tahun 2007)
Komoditi penting yang diimpor Jepang dari
Indonesia adalah a.l. minyak, gas alam cair, batubara, hasil tambang, udang, pulp,
tekstil dan produk tekstil, mesin, perlengkapan listrik, dll. Di lain pihak,
barang-barang yang diekspor Jepang ke Indonesia meliputi mesin-mesin dan
suku-cadang, produk plastik dan kimia, baja, perlengkapan listrik, suku-cadang
elektronik, mesin alat transportasi dan suku-cadang mobil.
Investasi
:
Investasi
langsung swasta dari Jepang ke Indonesia yang menurun sehubungan dengan
stagnasi yang dialami perekonomian Indonesia akibat krisis ekonomi yang melanda
Asia pada tahun 1997, kini belumlah pulih sepenuhnya, namun Jepang tetap
menempati kedudukan penting di antara negara-negara yang berinvestasi di
Indonesia.
Dalam jumlah investasi langsung asing di Indonesia dari tahun 1967 hingga 2007,
Jepang menduduki tempat pertama dengan angka 11,5% dalam kesuluruhannya.
Terdapat kurang
lebih 1000 perusahaan Jepang beroperasi di Indonesia (sumber: JETRO).
Perusahaan-perusahaan tersebut memperkerjakan lebih dari 32 ribu pekerja
Indonesia yang menjadikan Jepang sebagai negara penyedia lapangan kerja nomor 1
di Indonesia (sumber: BKPM).
Kerjasama
Ekonomi
Indonesia
merupakan negara penerima ODA (bantuan pembangunan tingkat pemerintah) terbesar
dari Jepang (berdasarkan realisasi netto pembayaran pada tahun 2005 adalah
US$1.22 milyar, yaitu + 17% dari seluruh ODA yang diberikan Jepang)
Selain itu, realisasi bantuan
untuk tahun 2006 adalah :
HUBUNGAN
PERDAGANGAN ANTARA INDONESIA DENGAN MALAYSIA
Neraca Perdagangan Bilateral
Malaysia - Indonesia
Pada tahun 2009, impor
Malaysia dari Indonesia lebih tinggi jika dibandingkan dengan ekspornya ke
Indonesia. Tingginya impor tersebut menyebabkan terjadinya surplus bagi
Indonesia sebesar USD 1,63 milyar pada neraca perdagangannya dengan Malaysia.
Jika dibandingkan dengan tahun 2008, surplus pada neraca perdagangan tersebut
naik sebesar 57,30%, dimana surplus tahun 2008 hanya berjumlah USD 1,03 milyar.
Dalam periode 5 tahun terakhir yaitu dari tahun 2005 hingga 2009 Indonesia
selalu mengalami surplus, surplus terendah terjadi pada tahun 2006 dimana
nilainya hanya sebesar USD 885,94 juta, sedangkan yang terbesar terjadi pada
tahun 2009 (Tabel 7).
Total Nilai Perdagangan
Bilateral Malaysia - Indonesia
Peningkatan hubungan dagang
antara Malaysia dan Indonesia dapat dilihat dari trend total perdagangannya
pada periode 2005 - 2009 yang nilainya relatif cukup besar yaitu meningkat
rata-rata sebesar 12,69% per tahun. Jika pada tahun 2005 total nilai
perdagangan kedua negara hanya berjumlah USD 7,70 milyar, pada tahun 2008 nilai
tersebut menjadi USD 13,48 milyar, tetapi disebabkan krisis pada 2009 nilai
tersebut kembali menurun menjadi USD 11,44 milyar.
Pada 2009, total nilai
perdagangan bilateral antara Indonesia – Malaysia mencatat jumlah USD 11,44
milyar, turun sebesar 15,11%% berbanding periode yang sama tahun 2008.
Berdasarkan total nilai perdagangan dari negara yang menjadi mitra dagang
Malaysia, maka Indonesia berada di peringkat ke tujuh di bawah China,
Singapura, Amerika Serikat, Jepang, Thailand dan Korea Selatan. Menurunnya
total nilai perdagangan bilateral antara Indonesia dan Malaysia disebabkan oleh
menurunnya aktifitas usaha antara kedua negara sebagai dampak krisis ekonomi.
Ekspor Malaysia ke Indonesia
Ekspor Malaysia ke Indonesia
sejak tahun 2005 – 2009 terus meningkat setiap tahunnya, jika pada tahun 2005
nilainya hanya sebesar USD 3,32 milyar, pada tahun 2009 nilai ekspor tersebut
menjadi USD 4,91 milyar. Berdasarkan data statistik, pada periode 5 tahun
tersebut, trend ekspor Malaysia ke Indonesia meningkat rata-rata sebesar 12,81%
per tahun.
Jika dibandingkan dengan
periode sebelumnya, ekspor Malaysia ke Indonesia menurun dari USD 6,22 milyar
pada 2008 menjadi USD 4,91 milyar pada tahun 2009 atau turun sebesar 21,13%.
Nilai kelompok mata dagangan ekspor terbesar ke Indonesia pada 2009 yaitu
kelompok SITC 4 (mineral fuels, lubricants, etc) dengan, nilai ekspornya
sebesar USD 1,25, diikuti oleh kelompok machinery & transport equipment
sebesar USD 1,19 milyar.
Impor Malaysia Dari Indonesia
Pada tahun 2009, Malaysia
mengimpor berbagai jenis produk komoditi dari Indonesia senilai USD 6,53 milyar,
terjadi penurunan sebesar 9,94% jika dibandingkan dengan impor pada tahun 2008
yang berjumlah USD 7,25 milyar. Rata-rata pertumbuhan (trend) impor Malaysia
dari Indonesia pada periode tahun 2005 – 2009 yaitu sebesar 12,58% per tahun.
Berdasarkan statistik tahun
2009, kelompok mata dagangan yang paling banyak di impor oleh Malaysia dari
Indonesia yaitu manufactured goods; mineral fuels, lubricants, etc dan animal
& vegetables oils & fats dengan nilai masing-masing sebesar USD 1,50
milyar; USD 1,26 milyar dan USD 1,13 milyar.
Investasi
Dari sejumlah sumber di
Malaysia maupun dari pertanyaan yang diajukan oleh sejumlah pengusaha kepada
KBRI, nampak bahwa Malaysia menunjukkan minat yang sangat besar untuk
meningkatkan investasinya di Indonesia di sejumlah sektor. Hal ini tercermin
dengan melonjaknya nilai investasi pada beberapa tahun terakhir terutama di
sektor perbankan, perkebunan dan telekomunikasi. Pada tahun 2009 terdapat
sejumlah 8 izin usaha tetap yang dikeluarkan bagi perusahaan Malaysia dengan nilai
realisasi investasi mencapai USD 7,1 juta. Dengan nilai realisasi investasi
yang demikian, pada periode hingga Februari 2009, Malaysia menempati peringkat
ke-11 dalam realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) per negara.
Sementara itu data dari Pemerintah Malaysia menunjukkan hingga kuartal ke-3
nilai investasi Indonesia di Malaysia adalah USD 87,436 juta (RM 315 juta) dan
investasi Malaysia di Indonesia mencapai USD 328,651 juta (RM 1,184 miliar).
Pariwisata
Baik Indonesia maupun
Malaysia berusaha mendorong sektor pariwisata sebagai salah satu pilar
pertumbuhan ekonominya. Bagi Malaysia, Indonesia merupakan salah satu negara
asal wisatawan asing paling besar dengan jumlah wisatawan mencapai 1.952.928
wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Malaysia pada tahun 2009. Sementara itu
dengan menghitung dampak krisi ekonomi global, diproyeksikan 930 ribu turis
asal Malaysia akan berkunjung ke Indonesia pada tahun 2009.
Dalam tahun 2009, Malaysia
mengklaim telah dikunjungi 23,6 juta wisatawan asing. Tingginya arus kunjungan
wisatawan asing ke Malaysia tidak terlepas dari faktor promosi di luar negeri
yang sangat gencar, kondisi infrastruktur yang memadai, tersedianya fasilitas
pendukung lainnya dan program Malaysia My Second Home yang menjadikan banyak
warga asing bermukim di Malaysia.
Fenomena banyaknya turis
mancanegara yang berkunjung ke Malaysia dapat menjadi salah satu peluang
bagaimana untuk menarik mereka untuk melanjutkan kunjungannya ke Indonesia. Hal
ini mengingat ragam obyek pariwisata dan budaya yang dimiliki secara komparatif
jauh lebih banyak dimiliki Indonesia. Sehingga dalam hal ini promosi wisata
Indonesia di Malaysia tidak saja ditujukan kepada masyarakat lokal tapi juga
kepada turis dan warga asing yang tengah
Perkembangan Hubungan Bilateral
Indonesia-Singapura
Hubungan dan kerjasama bilateral Singapura – Indonesia dibidang ekonomi,
perdagangan dan investasi sepanjang enam bulan pertama 2006 tidak sebaik tahun
sebelumnya. Ekspor Singapura-Indonesia pada Kuartal II/2006, menurut IE
Singapore, mencapai S$ 2,7 juta sementara pada Kuartal I/2006 mencapai S$ 2,9
juta setelah tahun 2005 mencapai 11.95 juta. Penurunan yang mencapai 1,4% dari
Kuartal I/2006 dan hampir 18% jika dibandingkan tahun 2005 ini menurut IE
Singapore disebabkan oleh lemahnya ekspor produk elektronik dan non-elektronik.
Ekspor produk elektronik ke Indonesia pada Kuartal I/2006 tumbuh hanya 1,4%
dibanding 2005 yang mencapai 9,3%. Lemahnya ekspor ini merupakan dampak dari
menurunnya penjualan consumer electronics (- 25%) dan parts of PCs (- 14%).
Sedangkan penurunan ekspor non-elektronik yang hanya tumbuh 1,3% pada Kuartal
I/2006 dari 22% pada 2005 adalah dampak dari rendahnya ekspor power machinery
(- 57%). Sedangkan ekspor Indonesia ke Singapura menurut BPS, pada 2004
mencapai S$16.4 juta, sementara importnya mencapai S$13.7 juta. Tiga produk
utama penyumbang pertumbuhan tersebut masing-masing adalah machinery &
equipment, S$5,498 Juta, mineral Fuels, S$ 3,360 Juta, serta Chemicals, 1,681
juta. Sementara Impor Singapura-Indonesia pada 2005 mencapai S$12,989 juta.
Impor utama Singapura dari Indonesia pada tahun 2005 meliputi peralatan kantor
dan alat-alat data processing, produk petroleum refinery, dan mesin-mesin data
processing. Sementara ekspor utama Singapura ke Indonesia pada tahun yang sama
meliputi produk petroleum, electrical machinery, dan peralatan perkantoran dan
data processing.
Neraca perdagangan antara Indonesia-Singapura selama 5 tahun terakhir
(2001-2005) menunjukkan posisi surplus bagi Indonesia pada 2001,2002, 2003,
sedangkan pada tahun 2004 dan 2005 Indonesia mengalami defisit masing-masing
sebesar US$ 84,87 juta dan US$ 1,63 milyar (meningkat sebesar 1,826,78%).
Defisit terjadi akibat impor migas yang besar dari Singapura ke Indonesia pada
dua tahun terakhir. Pada 2004 defisit perdagangan migas sebesar US$ 2,95 milyar
dan pada 2005 tercatat sebesar US$ 5,77 milyar. Dalam perdagangan non-migas
(2001-2005) Indonesia tetap surplus. Pada 2005 Indonesia mencatat surplus
sebesar US$ 4,13 milyar sedangkan tahun 2004 tercatat surplus sebesar US$ 2,86
milyar. Pada tahun 2006 (Januari - Maret) perdagangan Indonesia defisit sebesar
US$ -67,9 juta. Defisit disebabkan perdagangan migas tahun 2005 defisit
US$ -5,7 milyar, sedangkan non-migas masih mencatat surplus sebesar US$
4,1 milyar.
Ekspor Indonesia ke Singapura pada 2005 sebesar US$ 7,83 milyar, meningkat
30,64% dibandingkan dengan ekspor pada 2004 sebesar US$ 6.0 milyar (ekspor
non-migas pada 2005 sebesar US$. 7,07 milyar, meningkat 31,13% dibandingkan
ekspor non-migas 2004 sebesar US$ 5,39 milyar). Pada tahun 2006
(Januari-Maret) nilai ekspor tercatat sebesar sebesar US$ 1,9 milyar naik
sebesar 9,9 % dibandingkan periode yang sama tahun 2005 tercatat sebesar US$
1,7 milyar. Ekspor non-migas sebesar US$ 5,3 milyar dan ekspor migas sebesar
US$ 607,2 juta.
Impor Indonesia dari Singapura pada 2005 sebesar US$ 9,47 milyar, naik
55,7% dibandingkan 2004 sebesar US$ 6,08 milyar Impor non-migas tahun
2005 sebesar US$. 2,94 milyar, meningkat sebesar 16,2% dibandingkan 2004
sebesar US$ 2,53 milyar. Impor migas pada 2005 sebesar US$ 6,53 milyar, naik
83,77% dibandingkan impor 2004 sebesar US$ 3,55 milyar. Pada tahun 2006
(Januari-Maret) nilai impor tercatat sebesar sebesar US$ 2 milyar naik
sebesar 8,9% dibandingkan periode yang sama tahun 2005 tercatat sebesar US$ 1,8
milyar. Impor migas sebesar US$ 6,5 milyar dan impor non-migas US$ 2,9
milyar.
Data Re-Ekspor Singapura- Indonesia: menurut “Statlink” Indonesia
merupakan negara mitra dagang kelima terbesar bagi Singapura. Re-ekspor
Singapura-Indonesia tahun 2004 tercatat sebesar US$ 18,44 dan pada tahun 2005
tercatat sebesar US$ 20,42 milyar.
HUBUNGAN
ANTARA INDONESIA DENGAN VICTORIA
Perdagangan
:
Berdasarkan data tahun
2004 Australian Bureau of Statistic
(ABS),
volume nilai ekspor Victoria
ke Indonesia di tahun 2004 mencapai nilai
sebesar A$ 474,407,873 yang
merupakan peningkatan dari tahun
sebelumnya yaitu A$373 juta.
Sementara itu total impor dari Indonesia
tahun 2004 sebesar
A$926,344,859. Ekspor Victoria ke Indonesia
terutama adalah dalam produk
susu (dairy products), bahan mineral,
aluminium, daging dan bahan
dasar industri sedangkan impor dari
Indonesia masih didominasi
komoditi oleh minyak dan gas, namun
hubungan dagang tersebut
dalam beberapa tahun terakhir sudah mulai
mengalami diversifikasi
karena meluasnya kebutuhan di masing-masing
negara. Produk-produk
Indonesia dari sektor non migas seperti mie
instant, peralatan plastik,
kayu, produk kulit, kertas dan peralatan
listrik
serta suku cadangnya telah
banyak memasuki pasar Victoria.
Dalam upaya memberi dorongan
para pelaku bisnis Indonesia di Negara
Bagian Victoria, KJRI
Melbourne bekerjasama dengan dua mahasiswa
Melbourne Business School
(MBS) melakukan riset pasar sekitar 3 bulan
dari bulan Juli s/d September
2004 terhadap 3 sektor yang dinilai
potensial, yaitu sektor
furnitur termasuk kerajinan, sektor produk
makanan dan sektor produk
tekstil. Dari hasil riset yang telah disempurnakan melalui masukan yang
diperoleh dalam seminar, telah
disusun sebuah buku “Paduan
Bisnis di Negara Bagian Victoria-Australia:
Furnitur dan Kerajinan,
Produk Pangan, Produk Garmen dan Tekstil” dan
telah disebarluaskan ke
Kadin, Pemerintah Daerah dan UKM di seluruh
Indonesia sebanyak 1500
eksemplar. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa Indonesia masih
berpeluang untuk memperluas pangsa produk
Indonesia di pasar Victoria
terutama di bidang furnitur, tekstil dan produk
makanan, walaupun harus
diakui produk Indonesia masih jauh tertinggal
dibandingkan produk dari
Cina, Thailand dan Malaysia. Umumnya
produk furnitur dam tekstil,
Indonesia unggul di segmen menengah ke
atas.
b. Investasi
Pendataan investasi
perusahaan dari Victoria di Indonesia yang
dilakukan oleh KJRI hanya
dapat dilakukan berdasarkan jumlah
permintaan informasi maupun
expression of interest untuk berinvestasi.
Selain itu, Australian Bureau of Statistics tidak secara spesifik
melakukan pencatatan outbound
investment dari negara bagian Victoria.
KJRI Melbourne mencatat bahwa
investasi yang dilakukan perusahaan
dari Victoria di Indonesia
pada umumnya masih berskala kecil dengan
proyek investasi umumnya di
bawah A$100.000. Investasi tersebut
dilakukan di bidang
penyediaan jasa maupun usaha perdagangan
eceran dan ekspor impor.
Di lain pihak, investasi
Indonesia di Australia sebagian besar dilakukan
melalui skema business
migration investment, yaitu migrasi dengan motif
investasi. Berdasarkan
pengamatan KJRI Melbourne, bidang investasi
yang dilakukan oleh WNI di
Australia meliputi bidang-bidang usaha kecil
sampai menengah seperti
penjualan retail, ekspor-impor, penyediaan
jasa konsultansi dan usaha di
bidang rumah makan.
c. Pariwisata
Di bidang pariwisata, Bali,
masih merupakan tujuan wisata yang paling
diminati wisatawan Australia.
Disamping itu, daerah tujuan wisata lain
yang cukup diminati adalah
Lombok, Yogyakarta dan Jakarta. Sejauh ini,
KJRI Melbourne telah menjalin
hubungan kerja sama dengan berbagai
travel agents, tour operators
dan asosiasi-asosiasi terkait setempat
melalui pengiriman majalah
dan brosur mengenai pariwisata di Indonesia.
Diharapkan, pada waktu yang
tepat dan dengan didukung oleh bahanbahan promosi pariwisata yang memadai,
dapat dilakukan serangkaian
kegiatan promosi terpadu di
bidang pariwisata.
Potensi daerah tujuan wisata
bertaraf internasional di Indonesia yang
masih belum tersebar secara
merata di seluruh wilayah Indonesia
merupakan salah satu kendala
utama. Konsentrasi daerah tujuan wisata
utama masih terfokus pada
Bali. Sedang daerah tujuan wisata potensial
lain seperti Yogyakarta dan
Lombok, belum sepenuhnya dapat bersaing
dengan Bali. d. Kerjasama Teknik
Sejak tahun 2002, Pemerintah
Victoria telah merubah orientasi
kerjasamanya dengan
negara-negara tetangga dan memilih untuk
menjalin hubungan yang lebih
kuat dengan negara-negara yang dinilai
dapat memberikan benefit atau
keuntungan bagi Negara Bagian Victoria,
baik dari segi perdagangan,
investasi dan kerja sama teknik. Orientasi
kerja sama yang saat ini
dilakukan oleh Negara Bagian Victoria adalah
menjalin hubungan dengan Asia
Timur, khususnya Cina.
Victorian Government Business
Office (VGBO) di Jakarta didirikan pada
bulan Desember 1994, namun
penutupannya pada bulan Juni 2002
telah memberikan dampak yang
cukup besar bagi hubungan kerja sama,
khususnya kerja sama teknik
Indonesia-Negara Bagian Victoria oleh
karena inisiatif kerja sama
teknik pada umumnya merupakan hasil
negosiasi VGBO dengan
Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, seperti pada
tahun-tahun sebelumnya, Negara Bagian
Victoria juga merupakan
tempat pelaksanaan kerja sama teknik pada
tingkat nasional atau
government to government
Australia-Indonesia.
Kerja sama dimaksud
dikembangkan di bawah skema Overseas
Development Assistance (ODA) yang diberikan oleh Pemerintah
Australia dan berbagai
Lembaga Internasional seperti World Bank, Asia
Development Bank (ADB) dan
Islamic Development Bank (IDB).
Dua program utama Bantuan
Luar Negeri/ODA Pemerintah Australia
kepada Pemerintah Indonesia
di bidang kerja sama teknik yang
diselenggarakan di berbagai
lembaga pendidikan di Melbourne adalah
berupa pelatihan maupun
beasiswa pendidikan melalui Australia
Development Scholarship (ADS) dan
Indonesia Australia Specialised
Training Project
(IASTP).
Hubungan Ekonomi
Indonesia-Tasmania
Hubungan ekonomi yang
terjalin antara Victoria dengan Indonesia
meliputi beberapa sektor
yaitu ekspor-impor, investasi, pariwisata dan
kerjasama tehnik.
a. Ekspor Impor
Data Department of Economic Development
Tasmania tahun 2004,
perdagangan bilateral antara
Indonesia dengan negara bagian Tasmania,
ekspor Tasmania ke Indonesia
sebesar A$ 76, 79 juta menurun
dibandingkan tahun 2003
sebesar 101 juta dan impor dari Indonesia
sebesar A$ 56,223. Produk
ekspor utama Tasmania ke Indonesia
meliputi processed metals dan
metal products; dan produk makanan.
b. Investasi Di bidang
investasi, seperti halnya dengan investasi negara bagian
Victoria di Indonesia,
pendataan investasi perusahaan negara bagian
Tasmania di Indonesia sangat
sulit untuk dilakukan.
c. Pariwisata
Berdasarkan pengamatan KJRI,
terdapat sejumlah wisatawan dari
Tasmania yang melakukan
kunjungannya ke Indonesia khususnya Bali.
Namun, jumlah wisatawan
Tasmania tidak dapat dicatat oleh karena
point of departure
internasional bagi Tasmania adalah Melbourne.
Kegiatan di Bidang Ekonomi
KJRI Melbourne
a. Australia Indonesia
Business Council (AIBC) Chapter Victoria
AIBC adalah suatu lembaga
yang bertujuan meningkatkan hubungan
dagang bilateral antara
Indonesia dengan Australia. AIBC memiliki
counterpart di Indonesia
yaitu the Indonesia-Australia Business Council
(IABC). AIBC memiliki chapter
(cabang) di setiap negara bagian di
Australia. AIBC Melbourne
diketuai oleh Mr. Philip Morrey dan
beranggotakan corporate members dan individual members yang
memiliki kepentingan usaha
dengan Indonesia. Kegiatan-kegiatan AIBC
di Melbourne meliputi
networking, seminar dan business missions yang
diselenggarakan bekerjasama
dengan Konsulat Jendral RI di Melbourne.
Dalam waktu tiga bulan
terakhir terdapat peningkatan jumlah anggota
yang cukup signifikan dari 25
anggota menjadi 41 anggota. Peningkatan
ini merupakan bentuk nyata
upaya-upaya KJRI Melbourne untuk
memperkuat dan meningkatkan
kerjasama ekonomi antara Indonesia
dengan Australia, khususnya
negara bagian Victoria.
b. Perwakilan KADIN di
Melbourne
Kantor perwakilan KADIN di
Melbourne dibuka pada tanggal 9 Februari
2004 oleh Ketua Umum pada
waktu itu, Bapak Aburizal Bakrie.
Perwakilan ini adalah yang
pertama bagi KADIN di luar Indonesia dan
dikepalai oleh Mr. Robert
Murdoch untuk menjalankan berbagai kegiatan
promosi dan kerjasama di
bidang perdagangan. Kota Melbourne dipilih
terutama karena potensi dan
peluang kerjasama yang sangat besar
dengan Indonesia.
c. Indonesia Business Forum
in Melbourne (IBF-M Inc)
Bersamaan dengan dibukanya
kantor perwakilan KADIN di Melbourne
pada tanggal 9 Februari 2004,
pembentukan IBF-M dideklarasikan.
Deklarasi ini merupakan hasil
pertemuan dari kalangan pengusaha
Indonesia pada tanggal 6
Februari 2004 yang difasilitasi oleh Konsulat
Jendral RI di Melbourne.
Bersama-sama dengan Kepala Bidang
Ekonomi dari KJRI Melbourne,
kelima formatur tersebut melakukan
persiapan-persiapan yang
diperlukan seperti aspek organisasi dan usaha serta pelaksanaan rapat umum dari
IBF-M. Formal launching dari
IBF-M dilaksanakan pada
tanggal 10 Mei 2004 dengan dihadiri 170
pengusaha dari Indonesia dan
Australia.
d. Perwakilan Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di
Melbourne
Kantor BKPM Pusat di Jakarta
telah menugaskan pejabatnya di Australia
guna meningkatkan investasi
pengusaha Australia di Indonesia. Saat ini,
Bapak Guyub S. Wiroso tengah
ditugaskan di Melbourne sebagai wakil
BKPM di Victoria setelah
sebelumnya ditugaskan di Sydney, NSW.
Pengalihan penugasan ini
sejalan dengan semakin besarnya potensi
investasi dan peluang
kerjasama Victoria dengan Indonesia yang perlu
ditingkatkan. Selama ini,
KJRI Melbourne bekerjasama dengan pihak
perwakilan BKPM dalam
menindaklanjuti permintaan investasi dan
perdagangan dari pengusaha
Victoria.
Hubungan Ekonomi
Indonesia-Cina
Cina dan Malaysia
menandatangani 8 kesepakatan kerjasama Kamis (28/04) di bidang-bidang
pendidikan, kebudayaan dan teknologi. Usai kunjunganya ke Malaysia, PM Cina Wen
Jiabao akan ke Indonesia mulai 28 hingga 30 April
Sekitar 20 Nota Kesepahaman
atau MOU akan ditandatangani selama Perdana Menteri Jiabao di Jakarta. MOU itu
meliputi kerja sama antar pemerintah kedua negara serta pihak swasta.
Pemerintah menyatakan, seluruh MOU itu ditujukan untuk mendorong hubungan
ekonomi perdagangan yang saling menguntungkan.
Hubungan dagang
Indonesia-Cina memang terus meningkat, terutama setelah ditandatanganinya
kerjasama Kemitraan Strategis pada tahun 2005. Kunjungan resmi
pertama Perdana Menteri Jiabao ini mengukuhkan hal itu.
Tetapi diluar itu, kalangan
swasta memandang pemerintah harus bisa memanfaatkan kunjungan perdana menteri
Cina itu, sebagai momentum untuk mendesakan revisi atas Perjanjian Perdagangan
Bebas ASEAN-China (ACFTA) yang dinilai merugikan Indonesia. Apalagi karena saat
ini Indonesia adalah ketua ASEAN. Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN)
Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik, Natsir Mansyur .
“Namanya juga dagang, harus
kita setara. Apalagi defisitnya sangat besar sekali 5,6 milyar. Yang paling
cepet itu misalnya, barang Indonesia tidak lagi masuk melalui negara kedua atau
negara ketiga masuk ke Cina. Tidak lagi melalui singapura, tidak lagi melalui
Hongkong. Itu kan bisa cost logistic kita bisa kurangin. Yang lain misalnya
transaksi perdagangan kita menggunakan Yuan atau Rupiah. Terus pertukaran data
kita”
Desakan untuk merevisi
perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China semakin menguat disuarakan pengusaha
menjelang kunjungan Perdana Menteri Wen Jiabao. Ini karena menurut Mansur,
Sejak perjanjian itu disepakati 1 Januari tahun lalu, produk jadi dari China
membanjiri pasar domestik dan merugikan industri lokal.
Menurut ketua umum Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi, pemerintah harus bisa menarik
investasi yang lebih besar dari Cina sebagai solusi atas defisit akibat
perjanjian perdagangan bebas ACFTA.
“Saya mengharapkan ada
komitment dia dalam membantu pembangunan infrastruktur kita. Paling sedikit
power plant kita kan. Yang kedua dia membeli lebih banyak barang kita terutama
barang remanufacturing kita, kalau bisa juga barang barang dari UKM -UKM kita
itu lebih banyak dia membantu kita membuka pasar. You bisa bayangkan, Cina
punya receive dari devisanya itu 3 trilyun dolar. Dia membeli financial paper
Amerika saja lebih dari 1 trilyun dollar untuk membantu ekonomi Amerika. Kalau
dia (Cina) itu merasa kita ini betul betul partnership dengan dia, sebenarnya
dia kan bisa bantu kita untuk membangun infrastruktur kita dan kita kan
membayar itu kembali”
Selain pertemuan bilateral,
PM Jiabao juga dijadwalkan akan menghadiri acara forum bisnis yang akan
mempertemukan pengusaha kedua Negara serta berkunjung ke Taman Makam Pahlawan
Kalibata. Sebelum bertolak ke Indonesia, PM Wen Jiabao terlebih dahulu
berkunjung ke Malaysia untuk menggelar pembicaraan dua hari dengan pejabat
Negara. Kamis (28/04), Cina dan Malaysia menandatangani 8 kesepakatan kerjasama
di bidang-bidang pendidikan, kebudayaan dan teknologi.
HUBUNGAN PERDAGANGAN
INDONESIA DENGAN PAKISTAN
Politikindonesia - Indonesia dan Pakistan
menyepakati perjanjian perdagangan bidang tertentu (Preferential Trade
Agreement/PTA) untuk mendorong peningkatan nilai dan volume perdangan kedua
negara.. Perjanjian yang ditargetkan mulai berlaku efektif awal 2012 tersebut,
mencakup pengaturan tarif perdagangan untuk komoditi tertentu.
Kesepakatan itu ditandatangani Wakil Menteri Perdagangan RI Mahendra Siregar
dan Wakil Menteri Perdagangan Pakistan Zafar Mehmood di kantor Kementerian
Perdagangan Jakarta pada Jumat malam (16/09).
"Kesepakatan yang saling menguntungkan bagi Indonesia dan Pakistan ini
akan menjadi landasan yang lebih kokoh bagi hubungan perdagangan dan ekonomi
kedua negara," ungkap Mahendra.
Menurut Mahendra, perjanjian yang ditargetkan mulai berlaku efektif awal 2012
tersebut, menurut dia, mencakup pengaturan tarif perdagangan untuk komoditi
tertentu antara kedua negara. Pengaturan tarif yang dimaksud, antara lain
meliputi penyesuaian tarif bea masuk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO)
Indonesia ke Pakistan dan tarif bea masuk jeruk kino Pakistan ke Indonesia.
Untuk hal ini Pakistan memberikan potongan tarif bea masuk CPO Indonesia dengan
besaran setara dengan potongan tarif yang diberikan terhadap CPO Malaysia, yang
notabene sudah punya perjanjian perdagangan bebas dengan negara itu.
Sementara itu, Zafar menyatakan bahwa Indonesia membebaskan tarif bea masuk
jeruk kino Pakistan. "Jadi jeruk Pakistan akan mendapat perlakuan yang
sama dengan jeruk yang diekspor negara lain ke Indonesia," ujar Zafar.
Baik Zafar maupun Mahendra berharap perjanjian perdagangan itu bisa mendorong
peningkatan nilai dan volume perdagangan antara kedua negara.
Lebih jauh, Zafar menjelaskan bahwa penandatanganan kesepakatan PTA tersebut
akan menjadi proses awal dari pembicaraan perjanjian perdagangan bebas antara
kedua negara. Untuk itu, tahun depan pemerintah Pakistan mengundang delegasi
Indonesia untuk memulai pembicaraan tentang perjanjian kerja sama perdagangan
bebas antara kedua negara.
Berdasarkan catatan, Indonesia dan Pakistan sudah memulai perundingan PTA sejak
tahun 2005 dan telah melakukan delapan kali putaran perundingan sampai
perjanjian kerja sama tersebut disepakati.
Pemerintah Indonesia sempat menghentikan sementara perundingan kerja sama
tersebut karena setelah putaran perundingan yang berlangsung lama Pakistan
tidak bersedia memberikan fleksibilitas seperti yang dilakukan Indonesia.
Kepentingan kedua negara pada komoditas tertentu seperti jeruk kino, CPO,
sorbitol, keramik dan kertas juga sempat membuat negosiasi berjalan alot.
Menurut data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor Indonesia ke Pakistan pada
2009 sebanyak 665,29 juta dolar AS dan pada 2010 sebanyak 688,19 juta dolar
AS. Total perdagangan Indonesia dan Pakistan tahun lalu tercatat 787,42
juta dolar AS.
Indonesia antara lain mengekspor batubara, minyak sawit, kakao, karet, teh,
keramik dan kertas ke Pakistan. Sementara komoditas ekspor Pakistan ke
Indonesia di antaranya kapas, kulit, kain, jeruk kino, dan produk